Bicara itu Mudah
Table of Contents
Kata orang, ngomong itu mudah tapi prakteknya susah, apa kalian setuju dengan perkataan itu? Kalau aku secara pribadi menganggukkan hal tersebut karena memang menurutku bahwa seseorag itu lebih mudah berbicara dibandingkan prakteknya.
Sebelum melanjutkan topik tulisan ini, mari sejenak kita putar waktu dan mencari tahu hal apa sebenarnya yang membuatku menulis postingan ini (tapi tidak usah putar jam di rumah masing-masing yah). Beberapa hari yang lalu, aku terlibat sebuah percakapan dengan seorang temanku (Ingat loh, PERCAKAPAN, bukan GOSIP). Temanya tentang blog, kebetulan saat itu temanku tersebut juga memiliki blog jadi percakapannya nyambung.
“Blog itu ibarat sebuah surat kabar…” ucapku memulai kata-kataku ketika ia bertanya tentang bagaimana caranya agar banyak orang yang berkunjung di blognya. “… surat kabar itu harus tetap waktu terbitnya, demikian juga dengan blog. Bayangkan saja, apa yang terjadi kalau sebuah surat kabar tidak menentu waktu terbitnya, otomatis pembaca akan bingung kapan saat yang tepat untuk membelinya. Demikian juga dengan blog, kalau hari ini posting terus bulan depan baru posting lagi atau bisa dikatakan bahwa postingannya tidak jelas interval waktunya maka pembacanya pasti akan bingung kapan seharusnya berkunjung pada blog tersebut”.
“Jadi gimana kalau tidak bisa terus-terusan menulis?”. Ia bertanya kembali. “Nah itu dia maksudku tadi, ini bukan masalah jumlah postingan tapi waktu postingnya yang harus jelas. Kalau memang bisanya cuma satu postingan dalam seminggu, yah udah itu aja tapi tentukan waktu khususnya… misalnya postingannya diatur tiap hari senin atau hari jumat saja, kan di blogspot ada pengaturan auto postingnya (kebetulan dia pakai blogger.com juga). Kalau postingannya teratur, kan pembaca jadi enak berkunjungnya”
Gimana tadi percakapannya, seru kan? Cara penjelasanku pada temanku tersebut sangat meyakinkan bukan? Tapi coba kalian meluangkan sejenak waktu kalian untuk memeriksa interval waktu postinganku, apakah waktunya teratur seperti yang kukatakan pada temanku tersebut? Tidak kan? Ini yang kumaksud “Berbicara itu mudah tapi prakteknya yang sulit”.
Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah “Apakah hal yang kulakukan tersebut benar atau salah?” (semoga pembaca juga menjawabnya berdasarkan pendapat masing-masing). Sambil menunggu jawaban pembaca, aku akan mencoba menjawab sendiri (sambil intropeksi diri)
Intropeksi Diri
Setiap sesuatu memiliki sisi positif dan negative jadi aku akan mencoba menjawab dari dua sisi tersebut.
Salah
Aku mengatakan diriku salah karena aku mengajak orang lain padahal aku sendiri tidak melakukannya, Hal ini jelas-jelas salah jika dilakukan oleh orang-orang marketing, mengajak orang menggunakan produk tertentu padahal dia sendiri tidak menggunakan produk tersebut.
Benar
Aku mengatakan diriku melakukan hal yang benar karena apa yang kusarankan untuk kebaikan orang tersebut (dalam hal ini, memberikan motivasi pada temanku). Hal seperti ini baik dilakukan oleh guru yang memotivasi muridnya atau seorang dokter yang menyarankan sebuah obat untuk pasiennya.
Terlepas dari kedua alasan tersebut, aku hanya mencoba memberikan sebuah saran yang bermanfaat untuk temanku. Meskipun mungkin caranya salah…. Semuanya kembali pada niat awal “untuk apa melakukan itu?”. Ini dulu postingan sederhanaku… terima kasih sudah membaca, jangan lupa dijawab yah pertanyaan tadi :)
Sebelum melanjutkan topik tulisan ini, mari sejenak kita putar waktu dan mencari tahu hal apa sebenarnya yang membuatku menulis postingan ini (tapi tidak usah putar jam di rumah masing-masing yah). Beberapa hari yang lalu, aku terlibat sebuah percakapan dengan seorang temanku (Ingat loh, PERCAKAPAN, bukan GOSIP). Temanya tentang blog, kebetulan saat itu temanku tersebut juga memiliki blog jadi percakapannya nyambung.
“Blog itu ibarat sebuah surat kabar…” ucapku memulai kata-kataku ketika ia bertanya tentang bagaimana caranya agar banyak orang yang berkunjung di blognya. “… surat kabar itu harus tetap waktu terbitnya, demikian juga dengan blog. Bayangkan saja, apa yang terjadi kalau sebuah surat kabar tidak menentu waktu terbitnya, otomatis pembaca akan bingung kapan saat yang tepat untuk membelinya. Demikian juga dengan blog, kalau hari ini posting terus bulan depan baru posting lagi atau bisa dikatakan bahwa postingannya tidak jelas interval waktunya maka pembacanya pasti akan bingung kapan seharusnya berkunjung pada blog tersebut”.
“Jadi gimana kalau tidak bisa terus-terusan menulis?”. Ia bertanya kembali. “Nah itu dia maksudku tadi, ini bukan masalah jumlah postingan tapi waktu postingnya yang harus jelas. Kalau memang bisanya cuma satu postingan dalam seminggu, yah udah itu aja tapi tentukan waktu khususnya… misalnya postingannya diatur tiap hari senin atau hari jumat saja, kan di blogspot ada pengaturan auto postingnya (kebetulan dia pakai blogger.com juga). Kalau postingannya teratur, kan pembaca jadi enak berkunjungnya”
Gimana tadi percakapannya, seru kan? Cara penjelasanku pada temanku tersebut sangat meyakinkan bukan? Tapi coba kalian meluangkan sejenak waktu kalian untuk memeriksa interval waktu postinganku, apakah waktunya teratur seperti yang kukatakan pada temanku tersebut? Tidak kan? Ini yang kumaksud “Berbicara itu mudah tapi prakteknya yang sulit”.
Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah “Apakah hal yang kulakukan tersebut benar atau salah?” (semoga pembaca juga menjawabnya berdasarkan pendapat masing-masing). Sambil menunggu jawaban pembaca, aku akan mencoba menjawab sendiri (sambil intropeksi diri)
Intropeksi Diri
Setiap sesuatu memiliki sisi positif dan negative jadi aku akan mencoba menjawab dari dua sisi tersebut.
Salah
Aku mengatakan diriku salah karena aku mengajak orang lain padahal aku sendiri tidak melakukannya, Hal ini jelas-jelas salah jika dilakukan oleh orang-orang marketing, mengajak orang menggunakan produk tertentu padahal dia sendiri tidak menggunakan produk tersebut.
Benar
Aku mengatakan diriku melakukan hal yang benar karena apa yang kusarankan untuk kebaikan orang tersebut (dalam hal ini, memberikan motivasi pada temanku). Hal seperti ini baik dilakukan oleh guru yang memotivasi muridnya atau seorang dokter yang menyarankan sebuah obat untuk pasiennya.
Terlepas dari kedua alasan tersebut, aku hanya mencoba memberikan sebuah saran yang bermanfaat untuk temanku. Meskipun mungkin caranya salah…. Semuanya kembali pada niat awal “untuk apa melakukan itu?”. Ini dulu postingan sederhanaku… terima kasih sudah membaca, jangan lupa dijawab yah pertanyaan tadi :)
Posting Komentar