Belajar dari Sebuah Lilin
Table of Contents

Ketika mendengarkan penuturannya, aku hanya terdiam. Aku sebenarnya ingin membantah kata-kata tersebut namun tak kulakukan (mungkin saat itu aku belum memiliki alasan yang tepat untuk membantahnya). Namun setelah beberapa waktu berlalu, aku akhirnya menemukan jawaban yang seharusnya aku ucapkan pada saat itu.
Aku seharusnya membantahnya dan mengatakan bahwa sekolah bukan satu-satunya sumber ilmu pengetahuan, buktinya banyak seseorang yang pintar namun ia tak duduk di bangku sekolah. Aku seharusnya menjelaskan padanya bahwa ilmu itu ada dimana-mana, ia tidak selalu berwujud sebuah gedung yang disebut sekolah, atau seorang dengan beberapa gelar yang melekat pada namanya sambil mengatakan pada murid-muridnya bahwa “aku adalah guru, aku lebih paham dari kalian”.
Mengapa aku mengatakan demikian? Soalnya malam ini (25 September 2012) aku justu mendapatkan ilmu dari sebuah lilin.
“Loh kok demikian? Apakah lilinnya bicara yah seperti seorang guru?”
Tentunya tidak seperti itu, kronologis kejadiannya begini... Malam ini (kemarin), listrik padam, entah mengapa akhir-akhir ini pemadaman listrik sering terjadi di Makassar. Di tengah kegelapan, aku menyalakan sebuah lilin, kuperhatikan cahayanya, kuperhatikan bayangan yang ia hasilkan... aku akhirnya sadar bahwa bayangan tersebut justru muncul sangat dekat dengan cahaya lilin tersebut padahal pancaran cahaya lilin tersebut memenuhi kamar. Aku semakin memperhatikannya hingga akhirnya sebuah filosofi muncul dari bibirku.
“Seseorang yang mencari ilmu ibarat mendekati cahaya, semakin ia dekat, ia akan semakin menyadari bayangannya, demikian juga ketika seseorang semakin berilmu, ia akan semakin menyadari bahwa ternyata masih banyak yang kurang dari dirinya"Fadly Indrawijaya: Filosofi Cahaya Lilin
Aku jelaskan sedikit yah... ketika seseorang itu jauh dari cahaya, bayangannya terlihat samar-samar bahkan terkadang tidak terlihat, berbeda ketika cahaya itu semakin dekat, bayangan akan semakin jelas. Hal ini sama ketika seseorang tidak memiliki ilmu, ia tidak mengetahui bahwa disekitarnya ternyata banyak hal yang luar biasa dan menarik, berbeda ketika ia semakin berilmu, ia akan menyadari bahwa semua hal disekitarnya merupakan hal yang luar biasa.
Filosofi sederhana itu aku sebut sebagai Filosofi Cahaya Lilin, meskipun sederhana tapi aku yakin kalau saja aku hidup beberapa ratus tahun yang lalu, ketika para filsuf-filsuf dunia hidup, mungkin aku juga bisa menjadi seorang filosofis terkenal seperti mereka :)
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal.(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka”Q.S. Ali-Imran 190-191
Gimana sahabat biluping? Apakah sekarang percaya bahwa ilmu itu ada dimana-mana? Atau tetap berprinsip seperti seorang bapak yang aku tuliskan di atas (menganggap bahwa sekolah satu-satunya sumber ilmu dalam kehidupan ini). Silahkan renungkan baik-baik.
Rasanya aku tidak akan salah jika aku mengakhiri tulisan ini dengan sebuah keyakinan “Pengalaman adalah guru yang sangat berharga”. Semoga tulisan ini bermanfaat. Silahkan di share dengan teman atau keluarga, ada kok tombol share yang muncul sebelah kiri tulisan ini :)
Posting Komentar